Welcome to our website. Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum dolor.

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes. Ne per probo magna idque, est veniam exerci appareat no. Sit at amet propriae intellegebat, natum iusto forensibus duo ut. Pro hinc aperiri fabulas ut, probo tractatos euripidis an vis, ignota oblique.

Ad ius munere soluta deterruisset, quot veri id vim, te vel bonorum ornatus persequeris. Maecenas ornare tortor. Donec sed tellus eget sapien fringilla nonummy. Mauris a ante. Suspendisse quam sem, consequat at, commodo vitae, feugiat in, nunc. Morbi imperdiet augue quis tellus.

Selasa, 27 Mei 2014

Ucapan Terima Kasihku Buat Papa dan Mama

Nama ku Suryati Arfa, S.Pi. saya anak kedua dari Bapak Mustafa Kahar yang terlahir di Maluku Utara tepatnya di Tidore kepulauan.Sudah sekian lama, sejak tangan Papa dan Mama  mendekap diriku yang mungil ini dalam pelukan hangat, merawatku dengan penuh kasih sayang, cinta, perhatian, dan bimbingan agar aku bisa jadi pribadi yang bisa dibanggakan. Papa dan Mama  berkata “kamu titipan Tuhan, kami harus menjaga kamu baik-baik” tapi, seiring waktu berjalan, semakin banyak kesalahan yang aku buat untuk menyakiti Papa dan Mama . 
Hanya lewat catatan kecil ini, ku ungkapkan semua yang ada di benak ku, rasa bersalah yang mendalam telah menyakiti Papa dan Mama berulang kali (yang hebatnya, Papa dan Mama  tidak pernah bisa membenci anaknnya walaupun telah aku sakiti hatinya berulang kali ).

Terima kasih Papa dan Mama  sudah membanting tulang bekerja begitu giat demi menghidupi aku, maaf Papa sering aku tidak memperhatikan bagaimana letihnya diri Papa menencari sesuap nasi bagi keluarga ini. Begitu  angkuhnya aku tidak memijat kakimu, tanganmu ketika Papa  letih setelah bekerja seharian demi aku.  

Terimah kasih  Papa sejak aku lahir, Papa sering mengendongku dengan penuh kasih sayang, merawat dan menjagaku di saat Mama terbaring sakit di rumah saki karena melahirkan aku, maafkan aku Papa karena sering membantah  tiap ucapan dari bijakmu, yang harusnya aku sadar Papa adalah imam di keluarga ini, begitu bodohnya aku di saat aku punya waktu senggang, yang aku lakukan malah menghabiskan uang dari Papa untuk foya-foya, sedangkan Papa sudah   bekerja keras untuk menghidupi keluarga ini. Terima kasih Papa karena sudah menjadi orang tua yang sangat membanggakan yang bisa mendidik anak-anaknya untuk bagimana menjadi pribadi yang baik. Maafkan aku Papa karena sampai sekarang aku belum bisa membahagiankan Papa, belum bisa berbuat banyak  untuk  Papa dan mama. 

Terima kasih Mama, Mama telah berjuang hidup dan mati demi melahirkan aku di dunia ini,maafkan aku Mama bila aku sering tidak membantumu yang bekerja mengurus rumah ini. Maafkan aku  karena jarang aku jarang menawarkan diriku untuk membantu Mama bekerja mengatur  isi keluarga ini, namun jarang aku tawarkan diriku hanya sekedar memijat tanganmu yang selalu mendekap diriku saat aku membutuhkanmu, Mama tidak pernah mengeluh membimbingku, menjelaskan padaku mana yang benar dan mana yang salah, menjagaku saat  sakit, memberikanku kasih saying tulus seorang ibu yang didambakan banyak orang. Sungguh maafkan aku Mama karena sampai detik ini aku belum bisa memberikan apa-apa pada Mama. Tak terasa besok tepat hari pernikahan aku Mama pergi meninggalkan aku 11 tahun lamanya. Sebelum aku memulai awal dari kehidupan  aku bersama lelaki pilihan hati ku.. aku hanya ingin Mama tahu bahwa hari ini aku sangat merindukan Mama, berharap Mama bisa ada di tengah- tengah  kami semua, berharap bisa melihat senyum yang indah dari Mama senyum yang sangat menenangkan hatiku disaat aku sedang  marah, benci dan sedih. Jujur aku sangat merindukan mu  Mama, merindukan dekapan hangatmu, belayan tangan mu, sentuhanmu dan suaramu. Aku merindukanmu Mama sangat.. sangat merindukanmu.. aku yakin Mama tersenyum bahagia melihat aku dan aku bisa merasakan kalau Mama bisa hadir di tengah-tengah kami semua… termia kasih karena sudah mengajarkan bnayak  hal yang tidak aku mengerti, menjadi sosok  yang tak sangat mengutamakan keluarga. 

Sungguh  banyak rasa terima kasih  tidak bisa aku ungkapkan lagi dalam kata-kata, begitu besar cinta ini bagi Papa dan Mama, maafkan aku Papa, Mama aku telah bersalah  telah menyakiti hati Papa dan Mama, menyayat perih dari tiap perkataandan perbuatan yang aku perbuat, yang tidak sengajah tanpa kusadari telah  menyakiti hati Papa dan Mama. Aku akan terus berusaha manjadi anak yang berbakti dan baik untuk  Papa dan Mama sampai kapanpun, dengan segenap hati, aku sangat mencintai dan menyayangi Papa dan mama, terima kasih  telah merawat diriku, terima kasih telah memberikanku kasih sayang yang begitu besar padaku, terima kasih karena sudah menjadi orang tua yang sangat membanggakan, semoga aku bisa menjadi pribadi yang Papa dan Mama banggakan, semoga aku bisa membuat Papa dan Mama tersenyum dengan keberhasilanku menjadi sosok seoarang istri bagi suami ku, seorang ibu bagi anak- anakku, memberika apa yang aku dapatkan dari Papa dan Mama untuk bekalku mengarungi kehidupan baru bersama suami pilihan hatiku. Amin, 
Wasalamualaikum Wr Wb.

Dikutip dari cacatan kecil yang saya temukan

Senin, 26 Mei 2014

Perjalanan Ke Maba

Jumat,16 Mei 2014 pukul 10.00 WIT kami melakukan perjalanan menuju Kabupaten Maba. Tujuan kami kesana yaitu untuk menyebarkan undangan pernikahan salah seorang keluarga kami.  
Sebelumnya saya akan sedikit memberi informasi tentang Kabupaten Maba. Kabupaten Maba merupakan bagian dari Halmahera Timur yang dimekarkan pada tahun 2003, tepatnya 31 Maret 2003. Itu artinya sampai dengan tahun ini berarti sudah 11 tahun Kabupaten Maba berkembang (tapi dalam proses pembangunannya berjalan lamban, bahkan dapat dikatakan tidak banyak perubahan sebelum pemekaran dan sesudah pemekaran. Contohnya saja jalan menuju Maba baru beberapa bulan ini mulai dilakukan pengaspalan). 


  
Kabupaten ini letaknya tidak terlalu jauh dari Desa Buli (sebelumnya saya telah membahas tentang desa ini) hanya sekitar kurang lebih 30 km. Perjalanan ke Kabupaten Maba dapat ditempuh dengan dua jalur yaitu jalur laut dan darat, jalur laut dengan menggunakan kapal laut dan speed sedangkan jalan darat dapat menggunakan mobil dan motor. Oh iya, untuk jalur laut tetap tidak bisa sampai langsung di Maba tapi kapal-kapal tersebut berhenti di Pelabuhan Nusantara yang ada di Wailukum baru nanti dari Wailukum ini naik kendaraan darat lagi untuk menuju ke Maba. Kabupaten Maba ini merupakan pusat pemerintahan Halmahera Timur, semua kantor-kantor pemerintahan berada satu kawasan di Maba Suagimalaha.



Menuju ke Maba ini kami memilih menempuh jalur darat dengan menggunakan kendaraan roda dua, selama di perjalanan kami melihat pemandangan-pemandangan yang sungguh sangat menyedihkan, dikanan kiri bukit dan gunung dengan penuh sayatan dari excavator dan Buldozer (alat pengeruk), hutan-hutan gundul akibat di bakar. 




 

Disisi lain pula kami melihat pesisir pantai laut berwarna merah kecoklatan ini di akibatkan dari aktifitas perusahan-perusahan tambang sehingga ekosistem laut menjadi rusak, pesisir pantai penuh dengan lumpur, terumbu karang mati, hutan mangrove ikut tercemar. Secara garis besar, penjelasan bahwa mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan, dan kesehatan serta lingkungan dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain (wanawisata) 

Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut.
11.  Menjaga garis pantai agar tetap stabil.
22.  Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin  kencang dari taut ke darat.
33. Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
44. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar.

Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut.
1. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen
2.Sebagai penyerap karbondioksida.
3. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan

Fungsi biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut.
11. Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
22. Sebagai kawasan pemijah atau asuhan (nurse, ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
33. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain.
44. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
55. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.

v  Secara ekonomi,
11. Kawasan mangrove merupakan sumber devisa (pendapatan), baik bagi masyarakat, industri, maupun bagi negara. Adapun fungsi ekonomi kawasan mangrove sebagai sumber devisa adalah sebagai berikut.Penghasil kayu, misalnya kayu bakar. arang, serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga.
22. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak kulit, kosmetika, dan zat pewarna.
33.  Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kenning, telur burung, dan madu

Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain adalah sebagai berikut.
11. Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
22. Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.

Begitu pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah Halmahera Timur lebih serius dalam program pelestariannya,masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove dan hutan-hutan disekitar Halmahera Timur kususnya.

Selasa, 20 Mei 2014

Desa Buli

Halo browww..postingan kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang Desa Buli, Desa yang berada di Kabupaten Halmahera Timur.. Buli merupakan salah satu Desa yang berada di Kabupaten Halmahera Timur, Buli sendiri memiliki kekayaan alam yang melimpah, yang dimanfaatkan oleh banyak perusahan-perusahan tambang Nikel yang berada di Buli. 


Rabu 8 Mei 2014, saya berangkat dari Ternate - Buli dengan menggunakan transportasi udara, selain transportasi udara ada juga transportasi laut dan darat. Biasanya perjalanan udara memakan waktu sekitar 30 menit. Pesawat yang masuk di Buli hanya wings satu-satunya yang lain suda pada minggat. Siang itu saya di anjurkan oleh petugas travel bagian tiketing untuk melakukan cek-in pukul 10:00 WIT untuk keberangkat pada pukul 12:05 WIT. Namun, ternyata kedatangan pesawat agak telat, saat itu pesawat tiba di Bandara Babullah Ternate pukul 13:03 WIT dari Manado. Pesawat take off pada pukul 13:07 dan tiba di Buli pada pukul 13:38. Sesampai di Bandar Udara Buli, saya langsung menuju ke ruangan kedatangan.

 


Diruangan kedatangan saya disambut oleh beberapa sopir taxi yang menawarkan jasanya untuk mengantar saya ketempat tujuan (taxi ini tidak seperti taxi di Jawa pada umumnya, taxi berupa mobil-mobil yang biasa dijumpai di Jawa sebagai mobil pribadi, seperti: Avanza, Pajero, Hilux, Xenia, dan berbagai mobil lain). Ongkos taxi tersebut kurang lebih sekitar 50 ribu rupiah.

  


Nah, setelah menempuh perjalanan dari bandara - Buli selama 40 menit (tergantung laju kendaraan ya hehe...) sekarang tibalah saya di Desa Buli yang berkabupaten di Maba. Sesampainya di Buli, perut terasa lapar sekali (maklum sarapannya dirapel sih), saya mencari-cari warung makan dan akhirnya saya menemukan warung makan dekat masjid yang sedang dibangun. Saya masuk dan langsung memesan makan (ayam lalapan). Siang itu lahapnya saya makan, ayam lalapannya cukup enak (entah karena sedang kelaparan atau memang enak, saya gatau hehe..) selesai makan saya langsung menuju kasir, saya bertanya “bu, ayam lalapan sama minum berapa?” penjual ayam lalapan menjawab “70 ribu mas” betapa terkejutnya saya ketika mendengar jawaban ibu penjual itu, lalu saya bertanya kembali “bu, serius 70 ribu?” dan si penjual menjawab “iya mas serius, satu porsi ayam lalapan 30 ribu, mas pesan dua porsi jadi 60 ribu ditambah minum 10 ribu” lalu saya berkata “buset bu, mahal banget ya? Padahal cuma nasi ayam doang -,-“ si penjual ngedumel dengan logat khas Buli yang tentu saja saya sendiri tidak paham maksudnya cuma bisa saya simpulkan sepertinya beliau mencibir saya dan teman saya hahaha... Disini semua harga kebutuhan sehari-hari termasuk dalam kategori yang cukup mahal. Harga nasi ayam atau yang disebut lalapan berkisar 30 ribu/porsi belum termasuk minumnya. Pokonya disini pendapatan dan pengeluaran sama-sama tinggi. Yang menjadi salah satu faktor mahalnya harga kebutuhan disini yaitu karena semua kebutuhan sehari-hari di ambil dari luar desa Buli, ditambah ongkos transport yang cukup mahal juga. 

Oia bro, ada satu info lagi yang harus kalian tau. Kalau kalian berkunjung ke Buli jangan lupa bawa lampu charge ya, soalnya listrik disini sedikit abnormal, jangan dipikir ini berbentuk makhluk hidup ya hehe.. abnormal yang dimaksud yaitu listrik disini kadang nyala kadang padam. Tapi yang jelas kalau siang sih pasti padam, kecuali kalau tempat kalian tinggal ada gensetnya. Biasanya listrik mulai padam pukul 07.00 – 18.00 WIT tapi terkadang listrik nyala jam 20.00. pokonya disini kalian sabar-sabar aja deh untuk masalah listrik hahaha...Jangan lupa juga kalau mau kesini harus dipersiapkan uang cash yang banya soalnya disini cuman ada tiga Bank yaitu: Bank Maluku, Bank BRI dan Bank Mandiri dimana ATM di bank-bank tersebut sering gangguan. Untuk masalah transportasi umum di Desa Buli, ada bentor atau yang biasa disebut becak motor. Selain itu pula, ada taxi tapi biasanya taxi itu untuk rute luar Desa Buli, seperti ke bandara dan desa sekitar Buli ( Buli - Subaim 150 ribu, Buli - Mabapura 20 ribu, Buli - Maba 50 ribu, Bandara-Buli 50 ribu) harganya kurang lebih segitu brow... Sedangkan bentor, harganya 5 ribu/orang jadi kalau naik dua orang 10 ribu itupun tergantung jarak tempuhnya... Disini semejak perusahaan – perusahaan break, Buli jadi sepi (kata orang – orang sini sih) biasanya sampai malam banyak lalu lalang mobil perusahaan. Sekarang jam 7 malam saja sudah tidak ada kehidupan, lebay.com

 Oke bro,,mungkin sampai disini dulu bro. Next time saya cerita lagi tentang Buli. Bye

Minggu, 04 Mei 2014

Cerita Dari Putra Pesisir Halmahera Timur

SAYA lahir dan dibesarkan di kampung Buli, Kecamatan Maba, Kebupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara—tempat bermacam-macam perusahaan tambang mendaratkan eksafator dan buldozer untuk mencukur habis pulau-pulau kecil, gunung dan tanjung yang ada di sini. Saya tak bisa menarik diri dari keterlibatan emosional dengan krisis sosial-ekologi di kampung saya. Singkatnya, saya tidak bisa memposisikan diri sebagai pengamat. Yang hanya bisa saya lakukan: menceritakan apa yang saya dengar, saya lihat, dan saya rasakan.
Saya tak berurusan dengan objektivitas dan netralitas,  sebagaimana dituntut oleh dunia akademisi. Posisi saya adalah korban, mungkin juga ‘pelaku’ dari apa yang biasa disebut ‘pembangunan.’ Seiring dengan berjalannya waktu, semua persoalan yang tak habis-habisnya melilit kebebasan kami. Saya mulai sangsi dengan kata pembangunan.Kemerdekaan yang melilit kami ini hampir tak ada jedah untuk menarik nafas sebagai tanda lega.
Nasib kami di sini mirip budak yang dijajah. Setelah ruang hidup kami direnggut, tanah direbut, air tercemar. Lebih dari itu, sejarah perlahan-lahan digilas oleh  penanda-penanda baru yang tak kami kenal sebelumnya. Tulisan di bawah ini adalah cerita dari perspektif sebagai korban pembangunan dan investasi.
Kilas Kisah Halmahera Timur
Sebelum menjadi Kabupaten otonom, Halmahera Timur adalah bagian dari kabupaten Halmahera Tengah. Geliat pemekaran pasca-Reformasi menghembuskan angin baru, sehingga mulailah tokoh-tokoh setempat berkonsolidasi menuntut sebuah kabupaten otonom. Maka jadilah kabupaten Halmahera Timur dimekarkan pada 2003.
Dengan alasan kabupaten baru, ruang investasi pun dibuka. Tahun 1997 adalah awal mula bercokolnya perusahaan tambang (nikel). Setelah sebuah pulau kecil di depan kampung Buli—pulau Gee—kecamatan Maba, berhasil dikuasai PT. Antam—yang dikerjakan oleh PT. Minerina Bhakti. Tak butuh waktu lama, berdatangan pula rupa macam perusahaan tambang: PT. Aneka Tambang, Yudistira Bhumi Bhakti, Heng-Fung, Haltim Meaning, dll.
Tahun 2007, warga mulai membentuk kelompok-kelompok kecil, menyusuri hutan, gunung dan tanjung. Tujuannya satu: mengkapling tanah. Ratusan bahkan miliaran rupiah dikantongi setelah perusahaan-peruahaan tambang membayar lahan milik warga. Beralihlah kepemilikan hutan dan kebun ke penguasaan PT. Antam dan perusahaan-perusahaan tambang. Tak tanggung-tanggung, pemerintah daerah memberi Kuasa Penambangan (KP) dalam jumlah besar: 51.320 Ha. Dengan area yang luas itu, gunung yang kokoh di pesisir Buli hingga penghabisan kecamatan Maba, kini menjadi area tambang. Beberapa pulau-pulau kecil yang mestinya tidak dialihfungsi kini jadi area tambang. Puluhan kapal-kapal ekspor berjejer di laut teduh Desa Maba Pura. Bila malam, teluk kecil Maba Pura ini bak kota mengapung.
Setiap hari, jumlah kapa-kapal itu meningkat. Setelah pemerintah pusat menetapkan UU Minerba yang mengharuskan adanya pengelolaan komoditi di dalam negeri. Sementara itu, pemerintah daerah menetapkan tarif—sumbangan pihak ketiga: 500-700 rupiah per ton (disesuaikan dengan pakasitas kapal ekspor).
Hilangnya Ruang Hidup
Kampanye pembebasan lahan dan iming-iming ganti rugi lahan memiliki daya tarik yang sangat kuat, sampai-sampai membuat petani kelapa dan nelayan meninggalkan mata pencaharian mereka. Desa Maba Pura misalnya, sebelum perusahaan tambang datang, kampung ini terkenal sebagai lumbung ikan lebih khusus lagi ikan teri.
Rumah-rumah papan yang berderet sepanjang pesisir pantai Buli hilang sama sekali. Pemukiman-pemukiman sementara seperti Pekaulang, Babatim, Loau, Sen dan Pacigua adalah tempat petani kopra menjalani aktivitas. Di situ pula memoar masa kecil kita terpatri.
Masuknya perusahaan-perusahaan tambang ini disertai iming-iming lapangan kerja:  delapan puluh persen orang Halmahera Timur dan 20 persen dari luar Halmahera Timur. Setelah semua janji-janji kesejahteraan dan jaminan pekerjaan tak terbukti, barulah seorang warga nyeletuk, ‘Sebenarnya, saat tambang ke sini, seorang laki-laki pernah membimbing kami menolak pertambangan dan semua janji-janji perusahaan itu. Hanya saja, kami tidak terlalu menanggapi serius, karena sibuk mengkapling tanah.’
Mengapa masyarakat tani dan nelayan tiba-tiba jadi pemuja tambang, sementara terjadi aksi tolak tambang di beberapa daerah di Halmahera? Sebut saja Kecamatan Gane Halmahera Utara. Mengapa Kecamatan Maba dan Maba kota, memberi ruang amat besar, hingga perusahaan tambang lenggak-lenggok dengan leluasa?
Saya berusaha memungut cerita seputar sejarah tambang di kampung, persisnya di Buli kecamatan Maba, yang kini sedang dibangun pabrik Ferro-Nikel oleh PT. Antam. Saya seperti yakin betul bahwa alam pikiran masyarakat telah terjangkiti racun tanah merah dengan mantera kemajuan yang mereka baca.
Tahun 1990-an adalah mula PT. Geomin—ujung tombak PT. Antam melakukan aktivitas pengeboran tanah. Tak hanya itu, mereka juga membangun interaksi dengan masyarakat layaknya keluarga besar. Kedekatan emosional tersebut dibangun oleh tokoh-tokoh masyarakat di kampung. Pemuda-pemuda kampung yang polos dan tak tahu apa-apa  diiming-imingi pekerjaan. Para pimpinan mereka menjalin asmara dengan gadis-gadis kampung, mensponsori pesta muda-mudi, menjadi donatur ragam acara seremonial, bahkan menyekolahkan orang-orang lokal yang dipandang berbakat membaca tanah dan hasil alam (nikel) yang melekat didalamnya. orang kampung dihipnotis dengan desa jadi kota, jembatan layang, mall tempat hiburan malam dll–begitu yang selalu kami dengar.
Krisis Sosial-Ekologi
Barulah sekarang saya menyadari janji-janji itu adalah ilusi. Akhir cerita, kami justru terpisah dari ruang-ruang kehidupan semula: ada jarak antara kami dengan tanah dan air. Hutan dan kebun jadi area tambang, sedangkan perairan biru berganti warna menjadi kuning kecoklat-coklatan akibat aktivitas pertambangan yang jauh dari asas keselamatan manusia dan alam.
Nelayan ikan teri yang masih tersisa tak henti-hentinya mengeluh. Mereka bertahan di atas sisa hasil sekedarnya. Sebelum tambang beroperasi, mereka mendapat rata-rata 2-3 ton ikan teri per bulan, dan kini hanya 200-300 kilogram.
Namun begitu, kerusakan lingkungan yang nyata tak juga menyentil masyarakat sebagai penghuni tanah dan air Halmahera Timur. Khususnya di Buli dan Maba (pusat percepatan krisis di Halmahera). Warga telah dihipnotis melalui kata pembangunan. Statusnya berubah dari warga negara pemilik sah tanah dan air, menjadi pengikut Antam, pemuja modal.
Sekali lagi, ruang hidup dan sejarah tercerabut dari tangannya sendiri. Warga harus bertahan hidup di tengah komitmen pemerintah yang sangat minim atas pemberdayaan sektor riil. Sementara itu, logika pertumbuhan ekonomi yang dikejar pemerintah pusat membuat PT. Antam dan perusahaan tambang habis-habisan memeras tenaga, keahlian, dan waktu para pekerja tambang. PT. Antam menjalankan logika birokrasi ketat mirip kerja rodi. Tak jarang, buruh tambang ini bertukar kunci di atas mobil, waktu makan hanya belasan menit, usai Idul Adha dan Idul Fitri karyawan dijemput bus tambang, shalat tarawih digeser ke jam dua belas malam, hari Minggu diubah jadi lembur-full, dan karyawan akhirnya memilih kerja daripada ibadah. Itulah tuturan buruh tambang di sini, di Halmahera Timur.
Di sini relasi kuasa juga bermain begitu rupa. Tanjung Epa, berganti nama jadi Pos Bandung. Bila Anda sesekali mengunjungi area tambang itu, akan menemukan nama-nama seperti ‘Pos Bandung’, Pos Jakarta’ juga Pos Chicago—dalam area tambang ada kota besar. Saya pun membatin: mengapa tak dinamai Bus-bus, Bukumatiti, Kukuba—tempat orang Haltim bergulat dengan tanah pohon kelapa. Bukankah nama adalah identitas. Bukankah dari nama sungai, tanjung, teluk, dan pulau itu ada cerita leluhur di sana? Ada sejarah di sana?
Apa jadinya jika nama ‘Baharuddin’ dipanggil Susilo, apa yang hadir dalam benak Anda? Kami dijebak untuk hidup dengan imajinasi ‘yang lain’ dari tanah dan air juga sejarah yang tercermin dalam nama dan simbol pemberian orang tua kami.
Undangan Terbuka
Bagi para psikoanalis yang mahir membaca bawah-sadar, arkeolog yang pandai merekonstruksi sejarah, ekonom yang mengerti tata kelolah sumber produksi dan distribusi,   sosiolog yang menelaah sebab-sebab perubahan sosial,  awak media yang gemar memburu berita, pun siapa saja, datanglah ke sini, ke Halmahera Timur, Buli dan Maba, agar kami dapat keluar dari mimpi-mimpi pembangunan, dan kembali kepada sejarah dan ruang hidup kami. Sebab, kami adalah warga negara yang berdaulat atas tanah dan air di bawah pemerintah daerah yang benar-benar otonom. Kami dapat mengurus dirinya sendiri berbekal identitas sejarah dan kulturnya sendiri. Kami merasa dikeberi oleh Pemerintah Pusat karena harus menerima megaproyek MP3EI itu.
Selamat datang di Haltim, negeri dengan investasi triliunan rupiah yang krisis air bersih, listrik, jaringan komunikasi, dan kebudayaan!***
Dikutip dari : Ismunandar
Sumber :
http://indoprogress.com/2013/11/cerita-dari-pesisir-nusantara-ironi-orang-halmahera-timur